Syeikh Yusuf al - Makassari

|
*Berjuang Melawan Penjajahan*
Dengan Kedua Isterinya, isteri pertama yang menemaninya selama berkelana dan isteri ketiga yang baru dinikahinya sewaktu di Jeddah, Syeikh Yusuf
al-Makassari pun kembali ke Nusantara. Beberapa sumber menyebutkan, Syeikh Yusuf al-Makassari tidak pernah kembali ke Gowa, namun langsung menetap di Banten. Sementara beberapa pendapat menyebutkan, setelah Kesultanan Gowa mengalami kekalahan dalam peperangan melawan Belanda, Syeikh Yusuf al-Makassari kembali berlayar ke Banten, ke tempat sahabatnya semasa remaja yang kini telah menjadi seorang raja bergelar Sultan Ageng Tirtayasa.
Di Banten, Sekitar tahun 1670 Syeikh Yusuf al-Makassari diangkat menjadi
mufti (penesehat spiritual) dengan murid dari berbagai daerah, termasuk 400
orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai. Syeikh Yusuf
al-Makassari tinggal kemudian menikah lagi dengan Putri Sultan Ageng
Tirtayasa.
Kedalaman ilmu yang dimiliki Syeikh Yusuf menjadikan Beliau begitu cepat
terkenal dan menjadikan Banten sebagai Pusat pendidikan Islam. Banyak Murid murid yang berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk belajar kepada Syeikh Yusuf al-Makassari. Disamping mengajarkan tentang ilmu-ilmu syariat beliau juga mengajarkan ilmu beladiri untuk berjuang bersama melawan
penjajah Belanda. Sehingga banyak di antara para pendekar di kesultanan
Banten adalah murid Syeikh Yusuf al-Makassari
Murid -murid Syeikh yusuf Al makassari terkenal sebagai pendekar pendekar
Banten yang kebal terhadap Senjata membuat Pasukan Belanda kalang kabut.
Syeikh Yusuf al-Makassari memiliki pengaruhnya yang sangat besar terhadap
rakyat Banten untuk melawan Penjajah Belanda. Syeikh Yusuf al-Makassari
memiliki peran sangat penting dalam penyerbuan Banten ke Batavia. Ketika
Belanda berhasil memecah belah serta mengadu domba terhadap keluarga Sultan, maka Banten terpaksa direpotkan oleh pemberontakan dari dalam keluarga kerajaan sendiri. Sultan Ageng Tirtayasa pun terpaksa berperang melawan puteranya sendiri yang bernama Sultan Haji dengan dukungan militer Belanda.
Syeikh Yusuf al-Makassari beserta 4.000 tentara Makassar dan Bugis memihak Sultan Ageng Tirtayasa.
Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syeikh Yusuf
al-Makassari pun turut terlibat dalam perang gerilya. Syeikh Yusuf
al-Makassari terus memimpin pasukannya bersama Pangeran Purabaya mengobarkan perang gerilya. Pasukan yang dipimpinnya bergerilya hingga ke Karang dekat Tasikmalaya.
Namun pada tahun ini juga Syeikh Yusuf al-Makassari dapat ditangkap oleh
Belanda. Awalnya, Syeikh Yusuf al-Makassari ditahan di Cirebon kemudian
dipindahkan ke Batavia (Jakarta). Karena pengaruhnya yang begitu besar
dianggap membahayakan kompeni Belanda. Syeikh Yusuf al-Makassari dan
keluarga kemudian diasingkan ke Sri Lanka.
Pada bulan September 1684, Syeikh Yusuf al-Makassari bersama dua istrinya,beberapa anak, 12 murid, dan sejumlah perempuan pembantu dibuang ke pulauCeylon, kini Sri Lanka. Sementara Sultan Ageng Tirtayasa sendiri berhasil ditangkap dan dikurung di Batavia hingga meninggal sebagai tawanan Belanda pada tahun 1692 M.
Karena telah berada dalam pengasingan Belanda, maka sejak di Sri Lanka
inilah secara praktis, Syeikh Yusuf al-Makassari tidak lagi dapat menjalani
dan memimpin perjuangan fisik. Maka Syeikh Yusuf al-Makassari pun mulai
mencurahkan seluruh hidupnya untuk diabdikan dalam penyebaran dan
pengembangan agama Islam. Syeikh Yusuf al-Makassari kemudian menulis
karya-karya keagamaan dalam bahasa Arab, Melayu, dan Bugis.
Di pengasingannya di Sri Lanka, Syeikh Yusuf al-Makassari bertemu dengan
ulama Sri langka bernama Syeikh Ibrahim bin Mi’an dan sering mengadakan
diskusi kegamaan dan majlis ta’lim. Pembahasan tentang konsep Tasawuf yang diajarkan oleh Syeikh Yusuf al-Makassari sangat menarik minta para ulama serta jama’ah setempat dan mereka meminta kepada Syeikh Yusuf al-Makassari untuk membuat sebuah kitab tentang tasawuf. Syeikh Yusuf al-Makassari akhirnya mengarang Kitab tentang konsep tawasuf yang berjudul “Kaifiyatut Tasawwuf.”
Dari pengasingannya, Syeikh Yusuf al-Makassari aktif menyusun sebuah
jaringan Islam yang luas di kalangan para haji yang singgah di Sri Lanka, di
kalangan para penguasa, dan raja-raja di Nusantara. Melalui jamaah haji yang
singgah ke Sri Lanka, Syeikh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para
pengikutnya di Nusantara. Para kafilah haji inilah yang membawa karya-karya
Syeikh Yusuf al-Makassari ke Nusantara sehingga dapat dibaca di Indonesia
sampai sekarang. Di Sri Lanka, Syeikh Yusuf al-Makassari tetap aktif
menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya
berasal dari India Selatan.
*Dakwah Tiada Henti*
Mengingat aktivitas dakwah Syeikh Yusuf al-Makassari yang terus meningkat
dan dinilai membahayakan stabilitas politik penjajahan Belanda, maka VOC
lalu mengambil keputusan memindahkan Syeikh Yusuf al-Makassari ke Kaapstad
di Afrika Selatan. Belanda khawatir dampak dakwah agama Syeikh Yusuf
al-Makassari akan berpengaruh buruk bagi dan politik Belanda di Nusantara.
Murid-murid Syeikh Yusuf al-Makassari terus mengobarkan
perlawanan-perlawanan yang mengancam kekuasaan Belanda di Nusantar
Dalam usia 68 tahun, Syeikh Yusuf al-Makassari beserta rombongan pengikutnya
terdiri dari 49 orang tiba di Tanjung Harapan tanggal 2 April 1694 dengan
menumpang kapal Voetboog. Syeikh Yusuf al-Makassari di tempatkan di
Zandvliet, desa pertanian di muara Eerste Rivier, dengan tujuan supaya tidak
bisa berhubungan dengan orang-orang Indonesia yang telah datang lebih
dahulu. Syeikh Yusuf al-Makassari membangun pemukiman di Cape Town yangsekarang dikenal sebagai Macassar.
Bersama ke-12 pengikutnya yang dinamakan imam-imam, Syeikh Yusuf
al-Makassari memusatkan kegiatan pada menyebarkan agama Islam di kalangan budak belian dan orang buangan politik, termasuk di kalangan orang-orang Afrika kulit hitam yang telah dibebaskan dan disebut Vryezwarten.

Syeikh Yusuf al-Makassari terus berjuang menyebarkan syiar Islam, memelihara dan mempertahankan agama Islam di Afrika Selatan. Syeikh Yusuf al-Makassari kemudian hidup sebagai sufi yang mengajarkan tarekat Qadiriyyah, Shattariyyah, dan Rifaiyyah di kalangan Muslim Afrika Selatan.

*Karomah dan Kewalian*

Sebagai seorang mursyid tarekat, Syeikh Yusuf al-Makassari dikisahkan
memiliki berbagai karomah dan kewalian. Salah satu yang sangat terkenal
adalah mengislamkan kapten kapal yang membawanya ke pengasingan terakhir menuju Afrika Selatan. Menurut cerita, dalam pelayaran yang membawanya menuju Kapstaad, atas kapal Voetboog yang ditumpanginya beserta rombongan dihantam oleh badai besar yang membuat nakhoda berkebangsaan Belanda, Van Beuren, ketakutan karena mengira kapalnya akan tenggelam. Namun berkat wibawa dan karisma Syeikh Yusuf al-Makassari kapten beserta nahkoda kapal dapat tetap tenang dan mengendalikan kapal dengan selamat sampai di Kaapstad. Akibat pengalaman tersebut, sang kapten memeluk agama Islam dan
turut tinggal di pengasingan bersama Syeikh Yusuf al-Makassari. Sampai
sekarang keturunan kapten kapal ini tetap memeluk Islam Muslim masih
bermukim di Afrika Selatan.
Di Afrika Selatan, Syeikh Yusuf al-Makassari tetap berdakwah, dan memiliki
banyak pengikut. Ketika ia wafat pada tanggal 23 Mei 1699 M. para pengikut
Syeikh Yusuf al-Makassari menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan.
Syeikh Yusuf al-Makassari dimakamkan di Faure, Cape Town. Makamnya terkenal sebagai Karamah yang berarti keajaiban atau mukjizat. Bahkan, Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan, menyebut Syeikh Yusuf al-Makassari yang juga salah seorang pahlawan nasional Indonesia ini sebagai 'Salah Seorang Putra Afrika Terbaik'.
Sultan Gowa meminta kepada VOC supaya jenazah Syeikh Yusuf al-Makassari dibawa kembali ke Tanah Airnya. Permintaan ini dikabulkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga jasad Syeikh Yusuf al-Makassari pun diboyong kembali ke Nusantara. Jasad Syeikh Yusuf al-Makassari tiba di Goa pada tanggal 5 April 1705 dan dimakamkan kembali di Lakiung (sebuah wilayah di kerajaan Gowa) pada hari Selasa tanggal 6 April 1705 M./12 Zulhidjah 1116 H.
Seperti makamnya di Faure, makamnya di Lakiung juga banyak diziarahi
masyarakat.